Seorang anak duduk termangu dengan wajah kesal bercampur sedih, diselingi dengan hela nafas yang panjang seolah sedang berusaha mengeluarkan semua permasalahan dalam hatinya. Berulang ia menghela nafas panjang, namun wajahnya tak kunjung menampakkan seulas senyuman.
Bayangan seorang peri yang penuh cahaya dan kebahagiaan datang memegang bahu sang anak dan bertanya, “ Ada apa gerangan wahai manusia?”.
Namun, tak terdengar sedikitpun ucapan yang terlontar dari mulut sang anak.
“Ibumu adalah orang yang selalu menyayangimu disaat kau menyayangi dan membencinya, maka berbahagialah karena ia selalu menyayangimu..” Sang Peri memberi nasihat seolah ia mengetahui semua sesal dalam hati Sang Anak, namun sang anak tetap saja diam tak bergeming sambil sesekali menghela nafas panjang.
“Ibumu adalah orang yang mau menerima kekuranganmu disaat orang enggan mengerti kekuranganmu, maka berbahagialah karena ia selalu bersabar menerima kekuranganmu..” sekali lagi Sang Peri memberi nasihat, namun kali ini sang anak malah tampak lebih terpuruk dalam kesedihannya.
“Ibumu ingin kau lebih sempurna darinya,namun disaat kau khilaf dan membuatnya kecewa hatinya tak pernah lelah untuk membuatmu lebih sempurna darinya. Belum cukup bahagiakah kau dengan adanya ia yang tak pernah lelah mengajarimu?”, sang peri lagi dan lagi memberi nasihat untuk sang anak, meski sang anak tak bergeming dengan segala nasihatnya.
Hela nafas panjang lagi-lagi terdengar namun kali ini diikuti dengan suara lirih sang anak, “aku hanya ingin ibuku mendengar ucapanku akan harapan dan impianku..mendengar penjelasanku disaat aku gagal melakukan seperti yang ia mau..”
Sang peri tersenyum dan menjawab, “Pernahkah kau berucap memohon dan meminta perlindungan pada ibumu saat hembusan udara yang jauh berbeda dari alam perut ibumu menuju hembusan udara dunia?, pernahkah?, kau tak pernah mengucapkan apapun namun naluri sang Ibu mengetahui kebutuhanmu. Ia menghangatkanmu dengan pakaian, memberimu ASI dan merawatmu dari pagi hingga petang. Hati seorang Ibu telah terdahulu mendengar harapanmu..”
Sang Anak seolah enggan menerima nasihat Sang Peri, “Jika ibuku telah lebih dahulu mendengar harapanku lalu mengapa harapannya tak sejalan dengan harapanku?”
Sang Peri kembali tersenyum, “Benarkah??, benarkah tak sejalan??, tak sejalankah atau tak sanggupkah kau menggapai harapan tersebut??Sehingga kau berlari mencari harapan baru yang jauh bertentangan..”
“Siapapun di dunia ini tidak satupun dari mereka miliki kesempurnaan, termasuk Ibunda kita yang sangat kita cintai. Namun seorang Ibu selalu memiliki kesempurnaan dalam mengasihi serta menyayangi anaknya, hanyalah keterbatasan mereka dalam memberi dan menyampaikan kasih sayangnya jikalau kasih sayangnya nampak tak sempurna di hatimu, karena ia pun manusia yang miliki kekurangan. Bukalah mata hatimu dan biarkan kasih Ibu menerangi hatimu dengan sempurna..berbahagialah.. dan berjalanlah dengan harapan serta kasih sayang Ibumu karena surga berada ditelapak kakinya” Suara halus dan penuh kebahagiaan Sang Peri mencerahkan sedikit demi sedikit wajah Sang Anak.
“Kalau begitu, Apakah aku yang salah?” Tanya sang anak.
“Salah bukan berarti gagal, salah bukan berarti tak bisa diperbaiki. Kesalahan membawa pelajaran baru dalam hidup seseorang. Bangkitlah, dan buktikan bahwa kau sanggup menggapai harapan serta impian orang yang paling kau sayangi. Gapailah harapan orang yang paling tau bagaimana menyayangimu, mengertikanmu dan menerimamu apa adanya..”